-->
Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Monday, November 25, 2013

Pembawa Tanaman Teh ke Indonesia

ANDREAS CLEYER (1634-1698)
Teh merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang banyak terdapat di Jawa Barat. Kontur tanah dan kondisi cuaca tanah Parahyangan membuat tanaman teh ini tumbuh baik dan mampu menghasilkan daun-daun teh dengan kualitas yang baik pula. Namun, siapakah yang membawa tanaman teh ke negeri Indonesia?

Kehadiran tanaman teh di tanah air tak lepas dari peran Andreas Cleyer, seorang pegawai (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) asal Jerman yang juga memiliki profesi sebagai saudagar botani, dokter, dan pengajar. Cleyer lahir di Kassel 27 Juni 1634 dan meninggal di Batavia antara 20 Desember 1697 dan 26 Maret 1698. Pada perkembangan karier selanjutnya, ia menjadi pedagang mewakili VOC di Dejima, Jepang dan menjadi salah seorang Japanolog Eropa pertama.

Awal karier Cleyer adalah sebagai seorang perwira biasa yang kemudian diangkat menjadi pegawai VOC. Ia kemudian ditempatkan di apotek rumah sakit militer VOC karena latar belakang pendidikan sains dan kedokterannya, kemudian diangkat sebagai kepala sekolah bahasa Latin.

Karena kemampuannya, ia dikenal di kalangan elite VOC di Batavia pada pertengahan abad ke-17. Kepopulerannya berbuah manis hingga ia diangkat menjadi seorang magistral pada sistem peradilan VOC di Batavia pada tahun 1680. Selanjutnya, ia ditempatkan di Dejima, Jepang pada 20 Oktober 1682 - 8 November 1683 sebagai opperhoofd pada pos perniagaan VOC di sana.

Hasil pengamatan Cleyer pada tanaman 
Camellia (Tsubaki) & Distylium racemosum 
(isunoki) yang diterbitkan dalam Miscellanea 
Curiosa, Decuria II, Annus VII. (Gambar dari:  
http://en.wikipedia.org/)
Ia mengaku berkebangsaan Belanda di sana karena pada masa Edo waktu itu hanya orang Belanda (VOC) yang diizinkan masuk. Pada tanggal 17 Oktober 1685 hingga 5 November 1686 ia kembali ditugaskan ke Dejima. Akan tetapi, ia diusir oleh pemerintahan Tokugawa karena dianggap gagal mengendalikan penyelundupan. Oleh karena itulah, Cleyer kemudian dipindahkan ke Batavia.

Jasa Cleyer terutama adalah mengoleksi dan melakukan katalogisasi flora dan fauna Asia Tenggara, termasuk di nusantara dan mendeskripsikannya untuk kepentingan pengobatan. Cleyer diketahui sebagai orang yang memperkenalkan sejumlah tumbuhan dari Asia Timur ke Asia Tenggara dan Eropa. Salah satunya adalah teh dari Cina ke Jawa serta peoni dari Cina ke Eropa.

Tanaman teh ini pertama kali dibawa Cleyer ke Indonesia dari Jepang pada tahun 1684 sebagai tanaman hias. Sepuluh tahun kemudian, yakni tahun 1694, seorang pendeta bernama F Valentijn melaporkan ia melihat perdu teh muda berasal dari Cina tumbuh di Taman Istana Gubernur Jenderal Champuys di Jakarta.

Yang terjadi selanjutnya, pada tahun 1728 orang-orang Belanda mulai mencoba menanam teh untuk keperluannya sendiri dengan menggunakan benih yang didatangkan dari Cina. Tahun 1824 teh ditanam di Land's Plantentuin Buitenzorg atau Kebun Raya Bogor dan dikenalkan kepada masyarakat.

Pada tahun 1826, masyarakat mulai melihat tanaman teh di daerah Bogor. Pada tahun berikutnya, teh berhasil ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Kemudian percobaan yang lebih besar skalanya juga berhasil dilakukan di Wanayasa, Purwakarta dan di Gunung Raung, Banyuwangi, Jawa Timur.

Tahun 1830, saat Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa diterapkan dan teh menjadi salah satu komoditas yang harus ditanam rakyat. Dalam peraturan yang ditetapkan pemerintah kolonial berbunyi bahwa setiap desa harus menyediakan seperlima tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor dan panennya dijual ke pemerintah dengan harga yang ditetapkan pemerintah.

Pada tahun 1833 di Indonesia terdapat 1,7 juta batang pohon teh dengan hasil 16,833 pon. Pada tahun 1835, untuk pertama kalinya teh dari Jawa diekspor dan sebanyak 200 peti dilelang di Amsterdam pada saat itu. Perluasan perkebunan teh ke Sumatra baru dimulai tahun 1910 dengan dibangunnya perkebunan teh di daerah Simalungun, Sumatra Utara. Sebelum Perang Dunia II, luas perkebunan teh di Indonesia mencapai 230,000 hektare. *** [EKA | FROM VARIOUS SOURCES | FEBY SYARIFAH | PIKIRAN RAKYAT 21112013]
Note: This blog can be accessed via your smart phone.
Enhanced by Zemanta
Kindly Bookmark and Share it: